Jumat, 22 November 2019

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

NAMA : ALFIN FIKRIN KARIM
NPM     : 10316571
KELAS : 4TA04
TUGAS : 2



UNIVERSITAS GUNADARMA

TUGAS






 ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

KELOMPOK 2







ALFIN FIKRIN KARIM                              (10316571)
JERICHO ALPASYAKH HUTABARAT    (13316701)
NONI KOMARIAH SARI                           (15316468)
RIZWANDA ICHWAN                                (16316637)





















SOAL :
 
1. Nominal / biaya berapa yang harus memakai kontrak
-struck
-nota
-bon
-kwitansi
-kontrak
2. Apa yang dimaksud harga tidak wajar, harga wajar, harga timpang
3. Jelaskan proses dari DED sampai kontrak (dr konsultan ke kontraktor)
4. Jelaskan mengenai show cause meeting berapa kali pelaksanaannya , sertakan  alasannya


1.             Nominal / biaya berapa yang harus memakai kontrak
·         struck
·         nota
·         bon
·         kwitansi
·         kontrak
Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70
Jaminan Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
1.      Bentuk Kontrak terdiri atas:
2.      Bukti pembelian/pembayaran;
3.      Kuitansi;
4.      Surat Perintah Kerja (SPK);
5.      Surat perjanjian; dan
6.      Surat pesanan.
·         Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
·         Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
·         SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
·         Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2.             HARGA TIDAK WAJAR, HARGA MENYIMPANG, HARGA TIMPANG
Definisi Harga Timpang. Pasal 92 ayat 1 Perpres 54/2010 dan seleuruh perubahannya (Perpres 54/2010) menyebutkan bahwa Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan;
tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.
Penjelasan pasal 92 ayat 1 Huruf c : Harga Satuan timpang adalah Harga Satuan penawaran yang melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, setelah dilakukan klarifikasi.
Untuk definisi tentang Harga Timpang, sudah sangat jelas dalam penjelasan pasal 92 ayat 1 huruf c, yaitu Harga Satuan Penawaran yang memenuhi syarat:
Harga Satuan Penawaran melebihi 110% dari Harga Satuan HPS; dan
Telah diklarifikasi dan disetujui kepada si pemilik penawaran.
Jika tidak memenuhi 2 hal ini maka tidak dapat dikatakan sebagai harga timpang. Sehingga jika dibuat ilustrasi tabel yang dimaksud harga satuan timpang adalah :


Potensi Harga Timpang ada pada Harga Satuan Penawaran dibandingkan dengan Harga Satuan HPS sebelum menjadi Harga Satuan Kontrak. Akan diakui sebagai Harga Timpang jika disepakati dan siap untuk dijadikan Harga Satuan Kontrak antara PPK dan Penyedia. Inilah harga yang diperjanjikan sejak awal dalam dokumen pengadaan barang/jasa. Kenapa Harga Timpang harus diklarifikasi dan disetujui? Agar sebelum kontrak ditandatangani semua pihak sadar betul akibat yang diperjanjikan ketika terjadi Harga Timpang.

3.             Proses DED dari konsultan sampai ke kontraktor
·         DED atau detailed engineering design adalah : Detail Engineering Design (DED) bisa berupa gambar detail namun dapat dibuat lebih lengkap yang terdiri dari beberapa komponen seperti di bawah ini:
-       Gambar detail bangunan/gambar bestek, yaitu gambar desain bangunan yang dibuat lengkap untuk konstruksi yang akan dikerjakan
-       Engineer's Estimate (EE) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB)
-       Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
-       Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi
-       laporan arsitektur;
-       laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (Soil Test)
-       laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;
-       laporan perhitungan IT (Informasi & Teknologi)

Untuk keterangan lebih jelasnya mengenai isi dari DED berikut ini:
·      Gambar detail bangunan atau bestek bisa terdiri dari gambar rencana teknis. Gambar rencana teknis ini meliputi arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, serta tata lingkungan. Semakin baik dan lengkap gambar akan mempermudah proses pekerjaan dan mempercepat dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi.
·      Rencana Anggaran Biaya atau RAB adalah perhitungan keseluruhan harga dari volume masing-masing satuan pekerjaan. RAB dibuat berdasarkan gambar. Kemudian dapat dibuat juga Daftar Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) serta spesifikasi dan harga. Susunan dari RAB nantinya akan direview, perhitungannya dikoreksi dan diupdate harganya disesuaikan dengan harga pasar sehingga dapat menjadi Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
·      Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) ini mencakup persyaratan mutu dan kuantitas material bangunan, dimensi material bangunan, prosedur pemasangan material dan persyaratan-persyaratan lain yang wajib dipenuhi oleh penyedia pekerjaan konstruksi. RKS kemudian menjadi syarat yang harus dipenuhi penyedia sehingga dapat dimasukan ke dalam Standar Dokumen Pengadaan (SDP).
DED dengan syarat syarat yang diatas harus dipenuhi oleh konsultan sehingga dapat diserahterimakan dengan pihak kontraktor.

 4.       Berapa kali SHOW CAUSE MEETING (SCM) dilaksanakan ?, sertakan alasannya....
Bagi mahasiswa teknik sipil dan para pekerja konstruksi harus tahu istilah dari pengertian Show Cause Meeting (SCM). SCM secara deinitif diartikan sebagai Rapat Pembuktian. Dan yang akan kita bahas disini adalah Rapat Pembuktian Keterlambatan pada pekerjaan konstruksi. Keterlambatan tersebut bisa terjadi karena kendala dari segi material/bahan, kurangnya pekerja dilapangan dan kondisi alam.
Show Cause Meeting (SCM) diadakan oleh Pejabat Dinas terkait dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal penyelesaian pekerjaan yang telah dibuat.
Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan, maka kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian SCM. Pejabat Dinas dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan.
  1. Ketentuan Kontrak Kritis sebagai berikut:
    Sesuai dengan Permen PU No. 07/PRT/M/2011 Buku PK 06A-BAB VII B6 Angka 39.2, kontrak dinyatakan kritis apabila:
  1. Periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.
  2. Periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.
  3. Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan.
  1. Penanganan Kontrak Kritis sebagai berikut:
    Penanganan Kritis Periode I dan Periode II
  1. Pada saat kontrak dinyatakan kritis, Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada kontraktor/penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan Show Cause Meeting (SCM).
  2. Dalam SCM PPK, Direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyediah membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM Tingkat Pertama.
  3. Apabila penyediah gagal pada uji coba pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM II.
  4. Apabila Penyedia gagal pada uji coba tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM III. 
  5. Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada Penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hal setelah diberikan SCM III yaitu Rencana fisik pelaksanaan 70 % - 100 % dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5 % dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan dan penyedia tidak mampu memenuhi kemajuan fisik yang sudah ditetapkan, PPK melakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir, dengan ketentuan:
1.        PPK dapat memberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari kalender dengan ketentuan, penyedia secara teknis mampu menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari kalender.
2.        PPK dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan pasal 1266 kitab Undang-Undang Hukum Perdata; atau
3.        PPK dapat menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan. Pihak lain tersebut selanjutnya dapat menggunakan bahan/peralatan, dokumen kontraktor, dokumen desain yang dibuat oleh atau atas nama penyedia. Seluruh biaya yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan pihak lain sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyedia berdasarkan kontrak awal.


Rabu, 16 Oktober 2019

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN (SOFTSKILL)

Nama         : Alfin Fikrin Karim
NPM           : 10316571
Kelompok : 2
Kelas         : 4TA04
Dosen        : Wido Kharisma 

            Berikut saya lampirkan file dari tugas file dari tugas dari mata kuliah Aspek Hukum dalam pembangunan (Softskill).


1.          a. Turunan dari Undang Undang Dasar 1945 s/d NSPM dan NSPK.
b.  Penjelasan  UUD 1945 > UU > Perpres > Permen.

Jawab:

                  Turunan UUD 1945 sampai NSPM dan NSPK.


a.    NSPM
 Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan untk menunjang operasional Direkorat jenderal dan lainnya yang terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang dibanguna dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
 Proses Standardisasi oleh Panitia Teknis Standardisasi di Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan Sipil (KBS), merupakan wadah non struktural yang bersifat koordinasi, sinkronisasi, dan membina kerja sama antara unit-unit kerja di lingkungan Departemen Kimpraswil. Panitia Teknik KBS ini ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional melalui Surat Keputusan BSN No. 1637/BSN-1/HK.74/10/99 dan pembentukan Panitia Teknik Standardisasi bidang Konstruksi dan Bangunan ditetapkan oleh Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 372/KPTS/M/2001 tanggal 13 Juli 2001. Panitia Teknik Standardisasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sub Panitia Teknik Standardisasi Bidang Sumber Daya Air, Prasarana Transportasi, dan Permukiman.
 Anggota Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan terdiri atas para pejabat Eselon II yang sesuai dengan bidangnya di lingkungan Kimpraswil yang akan memberikan arahan dalam rangka pelaksanaan standar atau pedoman/petunjuk teknik yang telah disusun, berdasarkan kebijakan Departemen Kimpraswil dan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
 Sub Panitia Teknik Standardisasi beranggotakan para pelaksana dan penyelenggara proses Standardisasi yang terdiri atas Pejabat di lingkungan Kimpraswil, pejabat terkait dari instansi pemerintah lainnya, pakar, asosiasi profesi dan unsur masyarakat pengguna. Panitia membahas materi dan substansi standar melalui mekanisme prakonsensus dan konsensus, berdasarkan konsep yang telah dibahas dan disusun oleh Gugus Kerja yang beranggotakan para ahli yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.
 Standardisasi sebagai unsur penunjang pembangunan, mempunyai peranan penting dalam usaha optimasi pendayagunaan sumber daya dan kegiatan pembangunan Infrastruktur Indonesia. Beberapa produk yang telah disusun adalah rancangan standar, pedoman/petunjuk teknis sebagai produk untuk pembinaan dan pengaturan. Perangkat-perangkat Standardisasi antara lain Panitia Teknik (Pantek) berperan untuk menunjang kemampuan produksi dan produktifitas khususnya dalam peningkatan perdagangan dalam negeri dan internasional. Oleh sebab itu, selaras dengan akselerasi pembangunan nasional, diperlukan peningkatan program dan kegiatan Standardisasi yang terpadu.


DASAR HUKUM NSPM
1.         Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia;
2.         Keputusan Presiden RI Nomor 13 Tahun 1997 tentang Badan Standardisasi Nasional;
3.         Keputusan BSN Nomor 1637/BSN-I/HK.74/10/99 tentang Penetapan Panitia Teknik Perumusan SNI;
4.         Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 372/KPTS/M/2001 tanggal 13 Juli 2001 tentang Pembentukan Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan;
5.         UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
6.         UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The WTO, Lampiran tentang TBT;
7.         Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi  Nasional;
8.         Kepres Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan BSN dan pembagian tugas/ wewenang antara BSN dan Instansi Teknis;
9.         SK Kepala BSN Nomor 3401/ BSN/ - 71/ 11/ 2001 tentang Sistem Standardisasi Nasional (SSN).
10.      UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik

PROSES PERUNDANG UNDANGAN
        Proses Pengundangan
Proses akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan adalah pengundangan dan penyebarluasan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksudnya agar supaya setiap orang dapat mengetahui peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia. Dengan penyebarluasan diharapkan masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan pengundangan peraturan perundang-undangan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01-HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan yang dalam tugas pokok dan fungsinya dilaksanakan oleh Direktorat Publikasi, Kerja Sama dan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan yang membawahi Subdirektorat Pengundangan Peraturan Perundang-undangan.
Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia meliputi:
1.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
2.      Peraturan Pemerintah;
3.      Peraturan Presiden mengenai: 1) pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain ataubadan internasional; dan
2) pernyataan keadaan bahaya.
4.      Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Berita Negara Republik Indonesia meliputi peraturan yang dikeluarkan oleh:
1.  Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2.  Dewan Perwakilan Rakyat;
3.  Mahkamah Agung;
4.  Mahkamah Konstitusi;
5.  Menteri, Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang.
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dan himpunan.
Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan:
1.          Naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan disertai dengan 3 (tiga) naskah asli dan 1 (satu) softcopy.
2.          Penyampaian dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan atau petugas yang ditunjuk disertai surat pengantar untuk diundangkan.
3.          Pengundangan dilakukan dengan memberi nomor dan tahun pada Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, dan memberi nomor pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan mengajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk ditandatangani.
4.          Naskah peraturan perundang-undangan yang telah ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, selanjutnya disampaikan kepada instansi pemohon 2 (dua) naskah asli dan 1 (satu) untuk Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan sebagai arsip.
5.          Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal peraturan perundang-undangan diundangkan.
6.          Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan dilakukan pada akhir tahun.


Penyebaran secara luas Peraturan Perundang-undangan :
1.      Penyebarluasan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, dan cara lainnya.
2.      Penyebarluasan peraturan perundang-undangan melalui media cetak berupa lembaran lepas maupun himpunan.
3.      Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada kementrian/Lembaga yang memprakarsai atau menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut, dan masyarakat yang membutuhkan.
4.      Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pihak terkait.
5.      Penyebarluasan melalui media elektronik dilakukan melalui situs web Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dapat diakses melalui website: www.djpp.depkumham.go.id, atau lainnya.
6.      Penyebarluasan dengan cara sosialisasi dapat dilakukan dengan tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konfrensi pers, dan cara lainnya.





2.          UU tentang transportasi/jalan, KA, SDA, Air bersih, Air Limbah, Perumahan
Jawab:
a.      Transportasi: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
b.      Jalan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.
c.      Kereta Api: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian
d.      Sumber Daya Air: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
e.      Air Limbah: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P36/Menlhk-Setjen/2016 Tentang Baku Air Limbah Domestik.
f.        Perumahan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
g.      Air Bersih:

3.          TKDN, DEFINISI DAN MANFAAT
Jawab:
·        Definisi
TKDN (Tingkat Konsumen Dalam Negeri) sendiri adalah nilai isian dalam persentase dari komponen produksi dalam negeri, termasuk biaya pengangkutannya yang ditawarkan dalam item penawaran harga barang maupun jasa. TKDN menjadi salah satu preferensi dalam menentukan pemenang dalam proses pengadaan barang/jasa di beberapa instansi pemerintahan.
Khusus dalam bidang industri manufaktur, setiap perusahaan didorong pemerintah untuk terus meningkatkan penggunaan Komponen Dalam Negeri, contohnya dalam proyek-proyek Engineering Procurement & Construction (EPC), karena untuk pengadaan (procurement), banyak mesin dan alat-alat yang bahan bakunya berasal dari luar negeri tapi perakitannya dilakukan di dalam negeri. Pemerintah akan memberikan insentif terhadap TKDN tertentu yang dimasukkan dalam proses produksi pada pelbagai jenis industri.
Dasar Hukum Penerapan TKDN Pada PBJ
Untuk diketahui, dasar hukum penerapan TKDN dalam pengadaan barang dan jasa di Indonesia saat ini mengacu pada
-     Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan jika ada penyedia yang menawarkan produk yang nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40% maka dianggap sebagai produk dalam negeri yang layak diberikan preferensi
-     Pasal 66 ayat (5) Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa: Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau b. volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.
-     Untuk sektor perindustrian, pengaturan tentang TKDN diatur lebih lanjut dalam Pasal 85, 86, 87, dan 88 UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
-     Permen Perindustrian No. 16 Tahun 2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri
-     Permen Perindustrian No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
-     Permenprin No. 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana telah diubah dengan Permenprin No. 5 Tahun 2017.
Penerapan TKDN dalam Pengadaan Barang/Jasa
Untuk pemberdayaan industri dalam negeri, pemerintah perlu meningkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Hal tersebut perlu dukungan semua pihak, terutama dari perangkat hukum yang bersifat wajib. Oleh karenanya, beberapa peraturan telah diterbitkan dan mewajibkan penggunaan produk dalam negeri digunakan oleh:
-     K/L/PD apabila sumber pembiayaannya berasal dari APBN, APBD termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri (DN) atau luar negeri (LN);
-     BUMN, BUMD, Swasta yang pembiayaannya berasal dari APBN, APBD dan/atau melalui pola kerjasama antara Pemerintah dengan swasta dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
Pemerintah berharap untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan dalam Pengadaan Barang/Jasa, lebih banyak menggunakan bahan dan jasa dari dalam negeri. Untuk itu, maka penilaian penawaran peserta pengadaan barang/jasa tidak hanya dari segi teknis dan harga tapi juga dari tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang dikandung oleh barang maupun jasa yang ditawarkan oleh penyedia/rekanan.
Sejumlah upaya juga terus dilakukan untuk lebih meningkatkan TKDN oleh Kementerian PUPR, sehingga mengurangi ketergantungan impor di bidang jasa konstruksi melalui sosialisasi kebijakan TKDN, khususnya tata cara penerapan perhitungan dan pengawasan TKDN jasa konstruksi, penetapan batas minimal TKDN infrastruktur PUPR, dan pengadaan barang dan jasa yang mewajibkan TKDN tinggi dalam penawaran penyedia barang dan jasa.
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri. Ketentuan dan tata cara penghitungan TKDN merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Selain itu, Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada industri tertentu.



Pemerintah dapat memberikan fasilitas paling sedikit berupa:
a)      Preferensi harga dan kemudahan administrasi dalam pengadaan barang/jasa; dan
b)      Sertifikasi tingkat komponen dalam negeri.
Preferensi harga, menurut Perpres No. 16 Tahun 2018, diberikan terhadap barang/jasa yang  memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen). Sementara preferensi harga untuk barang/jasa paling tinggi 25% (dua puluh lima persen), dan preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh badan usaha nasional paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing.
·        Manfaat Penerapan TKDN
a)      Ada sejumlah keuntungan bila pemerintah menerapkan kebijakan TKDN. Keuntungan tersebut tak hanya pelaku industri, melainkan juga kepada pemerintah Indonesia sendiri.
b)      Terciptanya lapangan tenaga kerja baru. Industri dalam negeri akan terus memproduksi barang atau komponen tersebut, bila industri terus beroperasi maka akan ada penyerapan tenaga kerja. Di sektor supporting perusahaan atau industri dalam negeri ada UKM yang menjual makanan, minuman dan snack kepada karyawannya sehingga ekonomi disekeliling industri dalam negeri akan terus bergerak.
c)      Penambahan pemasukan pajak penghasilan (PPh) terhadap produk-produk yang dibuat di Indonesia. Sebab, selama ini produk-produk yang diimpor masih ada yang bersifat free on board (FOB) luar negeri. Pemerintah sebagai lembaga penarik pajak, tentu diuntungkan bila ada pemasukan dari sektor pajak karena industri beroperasi
d)      Terciptanya supply-chain dengan ekosistem yang baik, di mana para vendor komponen terdorong membuka pabriknya di Indonesia untuk menyuplai ke pabrikan perakitan yang banyak itu.
e)      Potensi Indonesia sebagai basis produksi dan negara ekspor untuk pasar Asia Tenggara dan Asia Afrika. Hal tersebut akan tercapai, bila ekosistem komponen dan perakitan sudah berjalan dengan baik.
f)       Terciptanya kesetaraan antara pemain merek lokal dan merek luar dalam hal produksi dan kewajiban transaksi dalam rupiah serta kewajiban PPh.
4.          Skema IPC (INDEPENDENT PROOF CHECKER)
Jawab:




 2.          SSUK dan SSKK

Jawab:
a.      SSUK
A. KETENTUAN  UMUM
1.    Definisi: Istilah-istilah yang digunakan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak ini harus mempunyai arti atau tafsiran seperti yang dimaksudkan sebagai berikut:
1.1  Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang;
1.2  Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD;
1.3  Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan Kepala Daerah untuk menggunakan APBD;
1.4  Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang.
1.5  Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan;
1.6  Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan   pengawasan   melalui   audit,   reviu,   evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
1.7  Penyedia adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang;
1.8  Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh peserta/penyedia kepada PPK untuk menjamin terpenuhinya kewajiban peserta/penyedia;
1.9  Kontrak  Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia dan mencakup Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) ini dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) serta dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
1.10 Nilai Kontrak adalah total harga yang tercantum dalam Kontrak.
1.11 Hari adalah hari kalender;
1.12 Daftar kuantitas dan harga (rincian harga penawaran) adalah daftar kuantitas yang telah diisi harga satuan dan jumlah biaya keseluruhannya yang merupakan bagian dari penawaran;
1.13 Harga Perkiraan sendiri (HPS) adalah perhitungan perkiraan biaya pekerjaan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta digunakan oleh Pokja ULP untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
1.14 Pekerjaan utama adalah jenis pekerjaan yang secara langsung menunjang terwujudnya dan berfungsinya suatu barang sesuai peruntukannya yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan;
1.15 Jadwal waktu pelaksanaan adalah jadwal yang menunjukkan kebutuhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, terdiri atas tahap pelaksanaan yang disusun secara logis, realistik dan dapat dilaksanakan.
1.16 Masa Kontrak adalah jangka waktu berlakunya Kontrak ini terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak sampai dengan serah terima barang.
1.17 Tanggal mulai kerja adalah tanggal mulai kerja penyedia yang dinyatakan pada Surat Pesanan (SP) yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.18 Tanggal penyelesaian pekerjaan adalah adalah tanggal penyerahan  pekerjaan, yang dinyatakan dalam berita acara serah terima pekerjaan yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.19 Tempat Tujuan Akhir adalah lokasi yang tercantum dalam Syarat-syarat khusus kontrak dan merupakan tempat dimana Barang akan dipergunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.20 Tempat tujuan Pengiriman adalah tempat dimana kewajiban pengiriman barang oleh Penyedia berakhir sesuai dengan istilah pengiriman yang digunakan.
1.21 SPP adalah Surat Perintah Pembayaran yang diterbitkan oleh PPK dan merupakan salah satu tahapan dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran atas beban APBN/APBD.

b.      SSKK
A.     Korespondensi
Alamat Para Pihak sebagai berikut:

Satuan Kerja PPK:                                 
Nama      :                    __________                    
Alamat    :     __________
Telepon   :       __________
Website   :    __________
Faksimili  :    __________
Email       :      __________

Penyedia :
Nama      :                    __________                    
Alamat    :     __________
Telepon   :       __________
Website   :    __________
Faksimili  :    __________
Email       :      __________

B.     Wakil Sah Para Pihak
Wakil Sah Para Pihak sebagai berikut:

Untuk PPK                 :__________

Untuk Penyedia  Jasa :__________

Pengawas Pekerjaan ________ sebagai wakil sah PPK (apabila ada)

C.     Tanggal Berlaku Kontrak

Kontrak mulai berlaku terhitung sejak: __________ s.d. _________________

D.    Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

Penyedia harus menyelesaikan pekerjaan selama :
_______( _____ )( hari kalender/bulan/tahun)
E.     Standar
Penyedia harus menyediakan barang yang telah memenuhi standar ______________ (isi jenis standar yang dipersyaratkan seperti SNI, dll)

F.      Pemeriksaan Bersama
PPK bersama-sama dengan penyedia barang melakukan pemeriksaan kondisi lapangan dalam waktu ____________ hari setelah penandatangan kontrak.

G.     Inspeksi Pabrikasi
PPK atau Tim Inspeksi yang ditunjuk PPK melakukan inspeksi atas proses pabrikasi barang/peralatan khusus pada waktu ______________ setelah penandatangan kontrak.

H.    Pengepakan
Pengepakan, penandaan dan penyertaan dokumen dalam dan diluar paket Barang harus dilakukan sebagai berikut : ___________________

I.      Pengiriman
Dokumen tersebut diatas harus sudah diterima oleh PPK sebelum serah terima Barang. Jika dokumen tidak diterima maka Penyedia bertanggungjawab atas setiap biaya yang diakibatkannya.

J.      Asuransi
1.          Pertanggungan asuransi dilakukan sesuai dengan ketentuan Incoterms.
Jika tidak sesuai dengan ketentuan Incoterms maka pertanggungan asuransi harus  meliputi : ________________________

2.          Jika barang dikirim secara CIF maka pertanggungan asuransi terhadap Barang harus diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]

3.          Jika barang dikirim secara FOB atau EXW maka pertanggungan asuransi terhadap Barang harus diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]

K.     Transportasi
1.          Barang harus diangkut sampai dengan Tempat Tujuan Akhir:  [YA/TIDAK]

2.          Penyedia menggunakan  transportasi ______________ [jenis angkutan] untuk pengiriman barang melalui _____________ [darat/laut/udara]

L.      Serah Terima
Serah terima dilakukan pada : [Tempat Tujuan Pengiriman/Tempat Tujuan Akhir]

M.    Pemeriksaan dan Pengujian
1.          Pemeriksaan dan pengujian yang dilaksanakan meliputi: _______________

2.          Pemeriksaan dan pengujian dilaksanakan di: _______________

N.     Incoterms
Edisi Incoterms yang digunakan adalah _____________

O.    Garansi
1.          Masa Tanggung Jawab Cacat Mutu/Garansi berlaku selama: __________

2.          Masa layanan purnajual berlaku selama _________ (_______) [hari/bulan/tahun]  setelah serah terima barang.

P.     Pedoman Pengoperasian dan Perawatan

Pedoman pengoperasian dan perawatan harus diserahkan selambat-lambatnya: ___ (__________) hari kalender/bulan/tahun setelah tanggal penandatanganan Berita Acara penyerahan barang.

Q.    Layanan Tambahan
Penyedia harus menyedia layanan tambahan berupa : ________________

R.     Pembayaran Tagihan
Batas akhir waktu yang disepakati untuk penerbitan SPP oleh PPK untuk pembayaran tagihan angsuran adalah ______ hari kalender terhitung sejak tagihan dan kelengkapan dokumen penunjang yang tidak diperselisihkan diterima oleh PPK.

S.      Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan Pengalihan dan/atau Subkontrak dikenakan sanksi__________

T.     Tindakan Penyedia yang Mensyaratkan Persetujuan PPK

Tindakan lain oleh Penyedia yang memerlukan persetujuan PPK adalah: __________

U.     Waktu Penyelesaian Pekerjaan

Jangka waktu penyelesaian pekerjaan pengadaan barang  ini adalah selama: ___ (__________) hari [hari/bulan/tahun] 

V.     Kepemilikan Dokumen
Penyedia diperbolehkan menggunakan salinan dokumen dan piranti lunak yang dihasilkan dari pekerjaan Barang ini dengan pembatasan sebagai berikut: __________

W.   Fasilitas
PPK akan memberikan fasilitas berupa : __________

X.     Sumber Pembiayaan
Kontrak Pengadaan Barang ini dibiayai dari __________ [APBN/APBD]
Y.     Pembayaran Uang Muka
Pekerjaan Pengadaan Barang ini dapat diberikan uang muka (YA/TIDAK).

[jika ”YA”]
Uang muka diberikan sebesar __% (__________ persen) dari Nilai Kontrak

Z.     Pembayaran Prestasi Pekerjaan
1.          Pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan cara: (Termin/Bulanan/Sekaligus).

2.          Pembayaran berdasarkan cara tersebut di atas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: __________

3.          Dokumen penunjang yang dipersyaratkan untuk mengajukan tagihan pembayaran prestasi pekerjaan: __________

4.          bila terdapat ketidaksesuaian dalam perhitungan angsuran, tidak akan menjadi alasan untuk menunda pembayaran. PPK dapat meminta penyedia untuk menyampaikan perhitungan prestasi sementara dengan mengesampingkan hal-hal yang sedang menjadi perselisihan dan besarnya tagihan yang dapat disetujui untuk dibayar setinggi-tingginya sebesar Rp. ______________ (_________________)

AA.  Pembayaran denda
1.          Denda dibayarkan kepada penyedia apabila : __________________

2.          Denda atau ganti rugi dibayarkan kepada penyedia dengan cara : ________________

3.          Denda atau ganti rugi dibayarkan kepada penyedia dalam jangka waktu : ________________

4.          Besarnya denda sebesar [1/1000 (satu perseribu) dari ______________
[sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan]
[harga kontrak, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi.]

BB.   Pencairan Jaminan
Jaminan dicairkan dan disetorkan ke kas __________ [Negara/Daerah]

CC.  Kompensasi
Penyedia dapat memperoleh kompensasi jika ______________

DD. Harga kontrak
Kontrak Pengadaan barang ini dibiayai dari sumber pendanaan ______________

EE.   Penyelesaian Perselisihan
Jika perselisihan Para Pihak mengenai pelaksanaan Kontrak tidak dapat diselesaikan secara damai maka Para Pihak menetapkan lembaga penyelesaian perselisihan tersebut di bawah sebagai Pemutus Sengketa:


[Pengadilan Republik Indonesia yang berkompeten/Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)]

[Jika BANI yang dipilih sebagai Lembaga Pemutus Sengketa maka cantumkan klausul arbitrase berikut tepat di bawah pilihan yang dibuat di atas:

“Semua sengketa yang timbul dari Kontrak ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. Para Pihak setuju bahwa jumlah arbitrator adalah 3 (tiga) orang. Masing-masing Pihak harus menunjuk seorang arbitrator dan kedua arbitrator yang ditunjuk oleh Para Pihak akan memilih arbitrator ketiga yang akan bertindak sebagai pimpinan arbitrator.”]




Forensik & Penilaian Bangunan #

UNIVERSITAS GUNADARMA  MAKALAH FORENSIK  DAN PENILAIAN BANGUNAN KELOMPOK 4: Adelia Anggita D. 1031...