Nama : Alfin Fikrin Karim
NPM : 10316571
Kelompok : 2
Kelas : 4TA04
Dosen : Wido Kharisma
Berikut saya lampirkan file dari tugas file dari tugas dari mata kuliah Aspek Hukum dalam pembangunan (Softskill).
1.
a. Turunan dari Undang Undang Dasar 1945 s/d NSPM dan NSPK.
b. Penjelasan UUD 1945 > UU > Perpres > Permen.
Jawab:
Turunan UUD 1945 sampai NSPM dan NSPK.
a. NSPM
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM)
adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan
untk menunjang operasional Direkorat jenderal dan lainnya yang terkait dengan
kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya
mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi
sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang
dibanguna dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
Proses Standardisasi
oleh Panitia Teknis Standardisasi di Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah adalah Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan
Sipil (KBS), merupakan wadah non struktural yang bersifat koordinasi,
sinkronisasi, dan membina kerja sama antara unit-unit kerja di lingkungan
Departemen Kimpraswil. Panitia Teknik KBS ini ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional melalui Surat Keputusan BSN No. 1637/BSN-1/HK.74/10/99
dan pembentukan Panitia Teknik Standardisasi bidang Konstruksi dan Bangunan
ditetapkan oleh Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 372/KPTS/M/2001
tanggal 13 Juli 2001. Panitia Teknik Standardisasi dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh Sub Panitia Teknik Standardisasi Bidang Sumber Daya Air, Prasarana
Transportasi, dan Permukiman.
Anggota Panitia Teknik
Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan terdiri atas para pejabat Eselon
II yang sesuai dengan bidangnya di lingkungan Kimpraswil yang akan memberikan
arahan dalam rangka pelaksanaan standar atau pedoman/petunjuk teknik yang telah
disusun, berdasarkan kebijakan Departemen Kimpraswil dan Badan Standardisasi
Nasional (BSN).
Sub Panitia Teknik
Standardisasi beranggotakan para pelaksana dan penyelenggara proses
Standardisasi yang terdiri atas Pejabat di lingkungan Kimpraswil, pejabat terkait
dari instansi pemerintah lainnya, pakar, asosiasi profesi dan unsur masyarakat
pengguna. Panitia membahas materi dan substansi standar melalui mekanisme
prakonsensus dan konsensus, berdasarkan konsep yang telah dibahas dan disusun
oleh Gugus Kerja yang beranggotakan para ahli yang sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
Standardisasi sebagai unsur
penunjang pembangunan, mempunyai peranan penting dalam usaha optimasi
pendayagunaan sumber daya dan kegiatan pembangunan Infrastruktur Indonesia.
Beberapa produk yang telah disusun adalah rancangan standar, pedoman/petunjuk
teknis sebagai produk untuk pembinaan dan pengaturan. Perangkat-perangkat
Standardisasi antara lain Panitia Teknik (Pantek) berperan untuk menunjang
kemampuan produksi dan produktifitas khususnya dalam peningkatan perdagangan
dalam negeri dan internasional. Oleh sebab itu, selaras dengan akselerasi
pembangunan nasional, diperlukan peningkatan program dan kegiatan Standardisasi
yang terpadu.
DASAR HUKUM NSPM
1.
Keputusan Presiden RI Nomor 12
Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional
Indonesia;
2.
Keputusan Presiden RI Nomor 13
Tahun 1997 tentang Badan Standardisasi Nasional;
3.
Keputusan BSN Nomor
1637/BSN-I/HK.74/10/99 tentang Penetapan Panitia Teknik Perumusan SNI;
4.
Keputusan Menteri Permukiman
dan Prasarana Wilayah Nomor 372/KPTS/M/2001 tanggal 13 Juli 2001 tentang
Pembentukan Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan;
5.
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen;
6.
UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The
WTO, Lampiran tentang TBT;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional;
8.
Kepres Nomor 166 Tahun 2000
tentang Kedudukan BSN dan pembagian tugas/ wewenang antara BSN dan Instansi Teknis;
9.
SK Kepala BSN Nomor 3401/ BSN/
- 71/ 11/ 2001 tentang Sistem Standardisasi Nasional (SSN).
10. UU
No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik
PROSES PERUNDANG UNDANGAN
Proses Pengundangan
Proses akhir dari pembuatan peraturan
perundang-undangan adalah pengundangan dan penyebarluasan yang memerlukan
penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif dan efesien serta
akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia. Maksudnya agar supaya setiap orang dapat mengetahui
peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
dan Berita Negara Republik Indonesia. Dengan penyebarluasan diharapkan
masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan
perundang-undangan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan dimaksud.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia. Pelaksanaan pengundangan peraturan perundang-undangan
berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01-HU.03.02
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-undangan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Peraturan
Perundang-undangan yang dalam tugas pokok dan fungsinya dilaksanakan oleh
Direktorat Publikasi, Kerja Sama dan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan
yang membawahi Subdirektorat Pengundangan Peraturan Perundang-undangan.
Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia meliputi:
1.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
2.
Peraturan Pemerintah;
3.
Peraturan Presiden mengenai: 1) pengesahan perjanjian
antara negara Republik Indonesia dan negara lain ataubadan internasional; dan
2) pernyataan keadaan bahaya.
4.
Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada
penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Berita
Negara Republik Indonesia meliputi peraturan yang dikeluarkan oleh:
1. Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
2. Dewan
Perwakilan Rakyat;
3. Mahkamah
Agung;
4. Mahkamah Konstitusi;
5. Menteri,
Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh
undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang.
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada
penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia. Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dan
himpunan.
Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan:
1.
Naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan disertai dengan 3 (tiga) naskah asli dan 1 (satu) softcopy.
2.
Penyampaian dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari
instansi yang bersangkutan atau petugas yang ditunjuk disertai surat pengantar
untuk diundangkan.
3.
Pengundangan dilakukan dengan memberi nomor dan tahun
pada Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia,
dan memberi nomor pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Direktur Jenderal Peraturan
Perundang-undangan mengajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk
ditandatangani.
4.
Naskah peraturan perundang-undangan yang telah
ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, selanjutnya disampaikan
kepada instansi pemohon 2 (dua) naskah asli dan 1 (satu) untuk Direktorat
Jenderal Peraturan Perundang-undangan sebagai arsip.
5.
Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik
Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran
lepas dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal peraturan perundang-undangan diundangkan.
6.
Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik
Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan
dilakukan pada akhir tahun.
Penyebaran secara luas Peraturan Perundang-undangan :
1.
Penyebarluasan peraturan perundang-undangan dapat
dilakukan melalui media cetak, media elektronik, dan cara lainnya.
2.
Penyebarluasan peraturan perundang-undangan melalui
media cetak berupa lembaran lepas maupun himpunan.
3.
Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia
dalam bentuk lembaran lepas yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan
untuk disampaikan kepada kementrian/Lembaga yang memprakarsai atau menetapkan
peraturan perundang-undangan tersebut, dan masyarakat yang membutuhkan.
4.
Penyebarluasan Lembaran Negara Republik Indonesia
dalam bentuk himpunan yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk
disampaikan kepada Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pihak
terkait.
5.
Penyebarluasan melalui media elektronik dilakukan
melalui situs web Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dapat diakses melalui
website: www.djpp.depkumham.go.id, atau
lainnya.
6.
Penyebarluasan dengan cara sosialisasi dapat dilakukan
dengan tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah workshop/seminar,
pertemuan ilmiah, konfrensi pers, dan cara lainnya.
2.
UU tentang transportasi/jalan,
KA, SDA, Air bersih, Air Limbah, Perumahan
Jawab:
a. Transportasi:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
b. Jalan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.
c. Kereta
Api: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian
d. Sumber
Daya Air: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air
e. Air
Limbah: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No.
P36/Menlhk-Setjen/2016 Tentang Baku Air Limbah Domestik.
f.
Perumahan: Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
g. Air
Bersih:
3.
TKDN, DEFINISI DAN MANFAAT
Jawab:
·
Definisi
TKDN
(Tingkat Konsumen Dalam Negeri) sendiri adalah nilai isian dalam persentase
dari komponen produksi dalam negeri, termasuk biaya pengangkutannya yang
ditawarkan dalam item penawaran harga barang maupun jasa. TKDN menjadi salah
satu preferensi dalam menentukan pemenang dalam proses pengadaan barang/jasa di
beberapa instansi pemerintahan.
Khusus
dalam bidang industri manufaktur, setiap perusahaan didorong pemerintah untuk
terus meningkatkan penggunaan Komponen Dalam Negeri, contohnya dalam
proyek-proyek Engineering Procurement & Construction (EPC), karena untuk
pengadaan (procurement), banyak mesin dan alat-alat yang bahan bakunya berasal
dari luar negeri tapi perakitannya dilakukan di dalam negeri. Pemerintah akan
memberikan insentif terhadap TKDN tertentu yang dimasukkan dalam proses
produksi pada pelbagai jenis industri.
Dasar
Hukum Penerapan TKDN Pada PBJ
Untuk
diketahui, dasar hukum penerapan TKDN dalam pengadaan barang dan jasa di
Indonesia saat ini mengacu pada
- Peraturan
Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kewajiban
penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini,
dilakukan jika ada penyedia yang menawarkan produk yang nilai Tingkat Komponen Dalam
Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40% maka
dianggap sebagai produk dalam negeri yang layak diberikan preferensi
- Pasal
66 ayat (5) Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
disebutkan bahwa: Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: a. barang
tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau b. volume produksi dalam
negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.
- Untuk
sektor perindustrian, pengaturan tentang TKDN diatur lebih lanjut dalam Pasal
85, 86, 87, dan 88 UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
- Permen
Perindustrian No. 16 Tahun 2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan
Tingkat Komponen Dalam Negeri
- Permen
Perindustrian No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri
Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
- Permenprin
No. 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam
Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana telah diubah dengan
Permenprin No. 5 Tahun 2017.
Penerapan
TKDN dalam Pengadaan Barang/Jasa
Untuk pemberdayaan industri dalam negeri,
pemerintah perlu meningkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Hal
tersebut perlu dukungan semua pihak, terutama dari perangkat hukum yang
bersifat wajib. Oleh karenanya, beberapa peraturan telah diterbitkan dan
mewajibkan penggunaan produk dalam negeri digunakan oleh:
- K/L/PD
apabila sumber pembiayaannya berasal dari APBN, APBD termasuk pinjaman atau
hibah dari dalam negeri (DN) atau luar negeri (LN);
- BUMN,
BUMD, Swasta yang pembiayaannya berasal dari APBN, APBD dan/atau melalui pola
kerjasama antara Pemerintah dengan swasta dan/atau mengusahakan sumber daya
yang dikuasai negara.
Pemerintah berharap untuk proyek-proyek
yang akan dilaksanakan dalam Pengadaan Barang/Jasa, lebih banyak menggunakan
bahan dan jasa dari dalam negeri. Untuk itu, maka penilaian penawaran peserta
pengadaan barang/jasa tidak hanya dari segi teknis dan harga tapi juga dari
tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang dikandung oleh barang maupun jasa
yang ditawarkan oleh penyedia/rekanan.
Sejumlah upaya juga terus dilakukan untuk
lebih meningkatkan TKDN oleh Kementerian PUPR, sehingga mengurangi
ketergantungan impor di bidang jasa konstruksi melalui sosialisasi kebijakan
TKDN, khususnya tata cara penerapan perhitungan dan pengawasan TKDN jasa
konstruksi, penetapan batas minimal TKDN infrastruktur PUPR, dan pengadaan
barang dan jasa yang mewajibkan TKDN tinggi dalam penawaran penyedia barang dan
jasa.
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri
dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang
ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri. Ketentuan dan tata cara
penghitungan TKDN merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Selain
itu, Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri
pada industri tertentu.
Pemerintah dapat memberikan fasilitas
paling sedikit berupa:
a) Preferensi
harga dan kemudahan administrasi dalam pengadaan barang/jasa; dan
b) Sertifikasi
tingkat komponen dalam negeri.
Preferensi harga, menurut Perpres No. 16
Tahun 2018, diberikan terhadap barang/jasa yang
memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen). Sementara
preferensi harga untuk barang/jasa paling tinggi 25% (dua puluh lima persen),
dan preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh badan
usaha nasional paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga
penawaran terendah dari badan usaha asing.
·
Manfaat
Penerapan TKDN
a) Ada
sejumlah keuntungan bila pemerintah menerapkan kebijakan TKDN. Keuntungan
tersebut tak hanya pelaku industri, melainkan juga kepada pemerintah Indonesia
sendiri.
b) Terciptanya
lapangan tenaga kerja baru. Industri dalam negeri akan terus memproduksi barang
atau komponen tersebut, bila industri terus beroperasi maka akan ada penyerapan
tenaga kerja. Di sektor supporting perusahaan atau industri dalam negeri ada
UKM yang menjual makanan, minuman dan snack kepada karyawannya sehingga ekonomi
disekeliling industri dalam negeri akan terus bergerak.
c) Penambahan
pemasukan pajak penghasilan (PPh) terhadap produk-produk yang dibuat di
Indonesia. Sebab, selama ini produk-produk yang diimpor masih ada yang bersifat
free on board (FOB) luar negeri. Pemerintah sebagai lembaga penarik pajak,
tentu diuntungkan bila ada pemasukan dari sektor pajak karena industri
beroperasi
d) Terciptanya
supply-chain dengan ekosistem yang baik, di mana para vendor komponen terdorong
membuka pabriknya di Indonesia untuk menyuplai ke pabrikan perakitan yang
banyak itu.
e) Potensi
Indonesia sebagai basis produksi dan negara ekspor untuk pasar Asia Tenggara
dan Asia Afrika. Hal tersebut akan tercapai, bila ekosistem komponen dan
perakitan sudah berjalan dengan baik.
f) Terciptanya
kesetaraan antara pemain merek lokal dan merek luar dalam hal produksi dan
kewajiban transaksi dalam rupiah serta kewajiban PPh.
4.
Skema IPC (INDEPENDENT PROOF CHECKER)
Jawab:
2.
SSUK dan SSKK
Jawab:
a. SSUK
A. KETENTUAN
UMUM
1. Definisi:
Istilah-istilah yang digunakan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak ini harus
mempunyai arti atau tafsiran seperti yang dimaksudkan sebagai berikut:
1.1 Barang
adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak
bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan
oleh Pengguna Barang;
1.2 Pengguna
Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau
Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD;
1.3 Kuasa
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan
oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan Kepala Daerah untuk menggunakan
APBD;
1.4 Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan pengadaan barang.
1.5 Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA
yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan;
1.6 Aparat
Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang
selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan
melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
1.7 Penyedia
adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang;
1.8 Surat
Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat
mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank
Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh
peserta/penyedia kepada PPK untuk menjamin terpenuhinya kewajiban
peserta/penyedia;
1.9 Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan
Penyedia dan mencakup Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) ini dan Syarat-Syarat
Khusus Kontrak (SSKK) serta dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
1.10 Nilai Kontrak adalah total harga yang
tercantum dalam Kontrak.
1.11 Hari adalah hari kalender;
1.12 Daftar kuantitas dan harga (rincian harga
penawaran) adalah daftar kuantitas yang telah diisi harga satuan dan jumlah
biaya keseluruhannya yang merupakan bagian dari penawaran;
1.13 Harga Perkiraan sendiri (HPS) adalah
perhitungan perkiraan biaya pekerjaan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan serta digunakan oleh Pokja ULP untuk menilai kewajaran
penawaran termasuk rinciannya;
1.14 Pekerjaan utama adalah jenis pekerjaan
yang secara langsung menunjang terwujudnya dan berfungsinya suatu barang sesuai
peruntukannya yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan;
1.15 Jadwal waktu pelaksanaan adalah jadwal
yang menunjukkan kebutuhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan,
terdiri atas tahap pelaksanaan yang disusun secara logis, realistik dan dapat
dilaksanakan.
1.16 Masa Kontrak adalah jangka waktu
berlakunya Kontrak ini terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak sampai
dengan serah terima barang.
1.17 Tanggal mulai kerja adalah tanggal mulai
kerja penyedia yang dinyatakan pada Surat Pesanan (SP) yang diterbitkan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.18 Tanggal penyelesaian pekerjaan adalah
adalah tanggal penyerahan pekerjaan,
yang dinyatakan dalam berita acara serah terima pekerjaan yang diterbitkan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.19 Tempat Tujuan Akhir adalah lokasi yang
tercantum dalam Syarat-syarat khusus kontrak dan merupakan tempat dimana Barang
akan dipergunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.20 Tempat tujuan Pengiriman adalah tempat
dimana kewajiban pengiriman barang oleh Penyedia berakhir sesuai dengan istilah
pengiriman yang digunakan.
1.21 SPP adalah Surat Perintah Pembayaran yang
diterbitkan oleh PPK dan merupakan salah satu tahapan dalam mekanisme
pelaksanaan pembayaran atas beban APBN/APBD.
b. SSKK
A.
Korespondensi
|
Alamat Para Pihak sebagai
berikut:
Satuan Kerja PPK:
Nama : __________
Alamat : __________
Telepon : __________
Website : __________
Faksimili : __________
Email : __________
Penyedia :
Nama : __________
Alamat : __________
Telepon : __________
Website : __________
Faksimili : __________
Email : __________
|
B.
Wakil Sah Para Pihak
|
Wakil Sah Para Pihak sebagai berikut:
Untuk PPK :__________
Untuk Penyedia Jasa :__________
Pengawas Pekerjaan ________ sebagai wakil sah
PPK (apabila ada)
|
C.
Tanggal Berlaku Kontrak
|
Kontrak mulai berlaku
terhitung sejak: __________ s.d. _________________
|
D.
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
|
Penyedia harus menyelesaikan pekerjaan selama
:
_______( _____ )( hari kalender/bulan/tahun)
|
E.
Standar
|
Penyedia harus
menyediakan barang
yang telah memenuhi standar ______________ (isi jenis standar yang dipersyaratkan seperti SNI, dll)
|
F.
Pemeriksaan Bersama
|
PPK bersama-sama dengan penyedia barang melakukan pemeriksaan kondisi lapangan dalam waktu ____________ hari setelah penandatangan kontrak.
|
G.
Inspeksi Pabrikasi
|
PPK atau Tim Inspeksi yang ditunjuk PPK
melakukan inspeksi atas proses pabrikasi barang/peralatan khusus pada waktu
______________ setelah penandatangan kontrak.
|
H.
Pengepakan
|
Pengepakan, penandaan dan
penyertaan dokumen dalam dan diluar paket Barang harus dilakukan sebagai
berikut : ___________________
|
I.
Pengiriman
|
Dokumen tersebut diatas
harus sudah diterima oleh PPK sebelum serah terima Barang. Jika dokumen tidak
diterima maka Penyedia bertanggungjawab atas setiap biaya yang diakibatkannya.
|
J.
Asuransi
|
1.
Pertanggungan asuransi dilakukan sesuai
dengan ketentuan Incoterms.
Jika tidak sesuai
dengan ketentuan Incoterms maka
pertanggungan asuransi harus meliputi
: ________________________
2.
Jika barang dikirim secara CIF maka pertanggungan asuransi
terhadap Barang harus diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]
3.
Jika barang dikirim secara FOB atau EXW maka pertanggungan
asuransi terhadap Barang harus diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]
|
K.
Transportasi
|
1.
Barang harus diangkut sampai dengan
Tempat Tujuan Akhir: [YA/TIDAK]
2.
Penyedia menggunakan transportasi ______________ [jenis angkutan] untuk pengiriman
barang melalui _____________ [darat/laut/udara]
|
L.
Serah Terima
|
Serah terima dilakukan
pada : [Tempat Tujuan Pengiriman/Tempat
Tujuan Akhir]
|
M.
Pemeriksaan dan Pengujian
|
1.
Pemeriksaan dan pengujian yang dilaksanakan
meliputi: _______________
2.
Pemeriksaan dan pengujian dilaksanakan di:
_______________
|
N.
Incoterms
|
Edisi
Incoterms yang digunakan adalah _____________
|
O.
Garansi
|
1.
Masa Tanggung Jawab Cacat Mutu/Garansi berlaku selama:
__________
2.
Masa layanan purnajual berlaku selama
_________ (_______) [hari/bulan/tahun] setelah serah terima barang.
|
P.
Pedoman Pengoperasian dan Perawatan
|
Pedoman pengoperasian dan perawatan harus
diserahkan selambat-lambatnya: ___
(__________) hari kalender/bulan/tahun setelah tanggal penandatanganan Berita
Acara penyerahan barang.
|
Q.
Layanan Tambahan
|
Penyedia harus
menyedia layanan tambahan berupa : ________________
|
R.
Pembayaran Tagihan
|
Batas akhir waktu yang disepakati untuk
penerbitan SPP oleh PPK untuk pembayaran tagihan angsuran adalah ______ hari
kalender terhitung sejak tagihan dan kelengkapan dokumen penunjang yang tidak
diperselisihkan diterima oleh PPK.
|
S.
Sanksi
|
Pelanggaran terhadap ketentuan Pengalihan
dan/atau Subkontrak dikenakan sanksi__________
|
T.
Tindakan Penyedia yang Mensyaratkan Persetujuan PPK
|
Tindakan lain oleh Penyedia yang memerlukan
persetujuan PPK adalah: __________
|
U.
Waktu Penyelesaian Pekerjaan
|
Jangka waktu penyelesaian
pekerjaan pengadaan barang ini adalah
selama: ___ (__________) hari [hari/bulan/tahun]
|
V.
Kepemilikan Dokumen
|
Penyedia diperbolehkan menggunakan salinan
dokumen dan piranti lunak yang dihasilkan dari pekerjaan Barang ini dengan
pembatasan sebagai berikut: __________
|
W.
Fasilitas
|
PPK akan memberikan
fasilitas berupa : __________
|
X.
Sumber Pembiayaan
|
Kontrak Pengadaan Barang ini dibiayai dari __________ [APBN/APBD]
|
Y.
Pembayaran Uang Muka
|
Pekerjaan Pengadaan Barang ini dapat diberikan uang
muka (YA/TIDAK).
[jika ”YA”]
Uang muka diberikan
sebesar __% (__________ persen) dari Nilai Kontrak
|
Z.
Pembayaran Prestasi Pekerjaan
|
1.
Pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan
dengan cara: (Termin/Bulanan/Sekaligus).
2.
Pembayaran berdasarkan cara tersebut di
atas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: __________
3.
Dokumen penunjang yang dipersyaratkan untuk
mengajukan tagihan pembayaran prestasi pekerjaan: __________
4.
bila terdapat ketidaksesuaian dalam
perhitungan angsuran, tidak akan menjadi alasan untuk menunda pembayaran. PPK dapat meminta penyedia untuk menyampaikan perhitungan prestasi
sementara dengan mengesampingkan hal-hal yang sedang menjadi perselisihan dan
besarnya tagihan yang dapat disetujui untuk dibayar setinggi-tingginya sebesar Rp. ______________ (_________________)
|
AA. Pembayaran denda
|
1.
Denda dibayarkan
kepada penyedia apabila : __________________
2.
Denda atau ganti
rugi dibayarkan kepada penyedia dengan cara : ________________
3.
Denda atau ganti
rugi dibayarkan kepada penyedia dalam jangka waktu : ________________
4.
Besarnya denda
sebesar [1/1000 (satu perseribu)
dari ______________
[sisa
harga bagian kontrak yang belum dikerjakan]
[harga kontrak, apabila
bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum
berfungsi.]
|
BB.
Pencairan Jaminan
|
Jaminan
dicairkan dan disetorkan ke kas __________ [Negara/Daerah]
|
CC. Kompensasi
|
Penyedia
dapat memperoleh kompensasi jika ______________
|
DD. Harga kontrak
|
Kontrak Pengadaan barang
ini dibiayai dari sumber pendanaan ______________
|
EE.
Penyelesaian Perselisihan
|
Jika perselisihan Para Pihak mengenai
pelaksanaan Kontrak tidak dapat diselesaikan secara damai maka Para Pihak
menetapkan lembaga penyelesaian perselisihan tersebut di bawah sebagai
Pemutus Sengketa:
[Pengadilan Republik Indonesia yang
berkompeten/Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)]
[Jika BANI yang dipilih sebagai Lembaga
Pemutus Sengketa maka cantumkan klausul arbitrase berikut tepat di bawah
pilihan yang dibuat di atas:
“Semua sengketa yang timbul dari Kontrak
ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan
prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. Para Pihak setuju
bahwa jumlah arbitrator adalah 3 (tiga) orang. Masing-masing Pihak harus
menunjuk seorang arbitrator dan kedua arbitrator yang ditunjuk oleh Para
Pihak akan memilih arbitrator ketiga yang akan bertindak sebagai pimpinan
arbitrator.”]
|