Rabu, 14 Juni 2017

"GAYA KEPEMIMPINAN"

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

 >Gaya Kepemimpinan Oleh Beberapa Penelitian



  • Telling (Pemberitahu) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
     
  •  Selling (Penjual) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
  • Participating (Partisipatif) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok. 
  • Delegating (Pendelegasian) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.
     
    Dari keempat notasi diatas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi. Prinsip “One Size Fits All” tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang  berbeda.

Sabtu, 03 Juni 2017

MASALAH KOMUNIKASI YANG TERJADI DI PERUSAHAAN DI BIDANG TEKNIK SIPIL



1. PENDAHULUAN
Dalam pembangunan fisik bangsa dan negara, peranan para pakar TEKNIK SIPIL merupakan hal yang krusial dan tidak terelakkan. Dapat dikatakan ENGINEER CIVIL  merupakan salah satu pilar utama dalam membangun kekayaan fisik suatu bangsa. Karena itu Engineer selalu dituntut untuk bersikap kritis, efisien dan kompetitif. Sungguh tantangan profesi yang menarik, namun harus kita akui bahwa tidak mudah untuk menjalaninya. Banyak sekali hambatan-hambatan non teknis yang dihadapi.
Kelangkaan proyek, ketiadaan lapangan kerja yang menarik dan memadai, akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, perubahan dalam tatanan kehidupan nasional dan dunia dengan laju yang sangat cepat, tuntutan kebutuhan materi yang semakin meningkat, mengakibatkan banyak Engineer yang meninggalkan profesinya. Dunia profesi dan berbisnis dalam bidang lain nampak lebih menjanjikan… Rumput di rumah tetangga nampak lebih hijau ……..
Mungkin tidak salah kalau dikatakan bahwa semasa sekolah dahulu, kita yang bersekolah dalam bidang Ilmu Pasti dan kuliah dalam bidang teknik, pada umumnya, sadar atau tidak, merasa lebih ‘pandai’ dari teman-teman yang bersekolah dibidang ilmu-ilmu sosial dan ekonomi. Kini, dalam kenyataannya, banyak engineer yang ramai-ramai exodus keluar dari dunia teknik dan mencari nafkah di bidang yang jauh dari ilmu-ilmu teknik yang notabene telah ditekuninya bertahun-tahun.
Sementara yang tetap bertahan, baik karena cinta pada profesinya ataupun karena tidak punya pilihan lain, terpaksa berkecimpung dengan segala realitas permasalahan non teknis yang sering terasa tidak enak untuk dihadapi.
2. PERMASALAHAN
Profesi seorang Engineer, baik dalam dunia teknik sipil, struktur ataupun geoteknik, mengalami banyak sekali permasalahan dan hambatan (Worsak, 2000; Chiang A.,2003), diantaranya:
• Produk seorang Engineer sangat unik. Sangat sukar untuk membandingkan karya dua orang Engineer secara adil dan objektif. Namun seringkali pekerjaan atau proyek didapat melalui ‘koneksi’. Seorang engineer yang dapat bersikap ’manis dan menyenangkan’ mendapatkan kesempatan dan proyek yang lebih banyak daripada Engineer yang bersikap tegas dan objektif.
• Faktor keamanan yang tinggi dan penerapan peraturan-peraturan konstruksi (code) membantu ‘menyembunyikan’ engineer yang berkemampuan kurang. Teori/teknik canggih dan terbaru sangat jarang diterapkan dalam praktek.
• Peraturan (code of practice), keterbatasan waktu dan peralatan canggih mematikan kreativitas, sering kali Engineer hanya menjadi operator yang hanya mengulang apa yang sudah pernah ada dan sudah pernah dikerjakan.
• Banyak Engineer, terpaksa ataupun tidak, menjadi ”yes-man” yang melakukan segala permintaan para investor / pemilik proyek. Sering kali Engineer hanya menjadi ‘alat’ sang investor, (dengan terpaksa atau tidak) merencanakan dan membangun proyek yang sesungguhnya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan tatanan kehidupan sosial.
• Engineer tidak mampu mempresentasikan aspirasi dan pengetahuannya terhadap para investor. Sebaliknya, sang Arsitek dan/atau Pemilik Modal jauh lebih mampu mempresentasikan kehendaknya, sekalipun hal itu diluar pengetahuannya. Engineer bekerja, orang lain yang mendapatkan pujian.
• Karir seorang Engineer di negara berkembang berumur pendek. Katanya: Tidak ada yang tidak dapat dikerjakan Engineer kecuali tetap bekerja dalam bidang Engineering! (Nothing under the sun engineers cannot do, except continuing to do engineering!). Pekerjaan lain lebih menjanjikan, mengapa tidak??
• Diluar Engineering, pengetahuan Engineer sering kali sangat terbatas. Di era gobalisasi ini pengetahuan akan Engineering saja tidaklah cukup!
• Proses tender yang selalu mencari penawaran terendah membawa dampak yang merusak. Sistem tender yang menciptakan suasana sangat-sangat kompetitif itu membuat Engineer bergulat demi mempertahankan kelangsungan profesi dan perusahaannya. Sang Engineer tidak hanya membanting tulang, tetapi juga banting membanting harga dan sering kali kualitas terpaksa menjadi korban. Pemilik perusahaan terpaksa menekan honor Engineer. Pada gilirannya suasana ini akan mematikan Kreativitas dan Etika sang Engineer. Atau paling tidak, memaksa sebagian besar Engineer meninggalkan dunia Engineering.
Singkatnya, kecuali kita selaku Engineer bersedia berubah, mengubah sikap kita terhadap permasalahan ini, maka pada akhirnya kita hanya menjadi KOMODITI dalam dunia konstruksi dan tidak lagi sebagai Engineer yang bernilai dan ber-kredibilitas tinggi apalagi sebagai Pilar Pembangunan Bangsa dan Negara.
Dan, yang lebih menyedihkan, kata-kata sejenis ini terdengar dari mulut beberapa engineer yang notabene cukup punya nama: “Kalau aku tahu profesi ini akan seperti ini jatuhnya, mendingan aku jualan bakmi saja dari dahulu. Aku sudah bilang anak-anak, jangan sekolah teknik sipil, cari bidang lain saja”. Nah loh…., kalau demikian bukankah nantinya Engineer akan sulit dicari?
“Bagus, dong. Dengan demikian harga Engineer akan naik.” Demikian kata sebagian Engineer. Apa kita harus menunggu hal seperti itu terjadi untuk menaikkan nilai (value / harkat) seorang engineer???
3. SOLUSI-NYA?
Dalam pembicaraan-pembicaraan sesama Engineer sering kali terdengar kata-kata: “Problem sudah kita ketahui, bagaimana seorang engineer ideal bersikap juga sudah kita ketahui. Namun apa yang bisa kita lakukan? Sistemnya memang sudah demikian! Semua hal memerlukan dana, memasang tarif tertentu untuk menaikkan engineering fee? Percuma! Akan dilanggar juga oleh sesama Engineer!”
Tidak bisa dipungkiri, persoalan yang pada akhirnya terkait pada masalah uang ini, atau meminjam istilah anak-anak muda sekarang: UUD = Ujung-Ujungnya Duit, memang sangat peka dan sulit. Namun, fakta juga tidak bisa dipungkiri, bahwa kita perlu dan memerlukan perubahan… tentunya ke arah yang lebih baik.
Nothing is constant, only the changes is constant! Tidak ada yang abadi, yang abadi hanyalah perubahan. Dr. J. Spencer dalam bukunya Who Moved My Cheese menekankan pentingnya mengantisipasi dan proaktif terhadap perubahan. Old beliefs do not lead you to new cheese, the quicker you let go of old cheese, the sooner you find new cheese. Dengan kata lain: keyakinan lama tidak akan membawa kemajuan. Semakin cepat kita melepaskan keyakinan lama, semakin cepat kita menuju hal-hal baru.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengajak teman-teman se-profesi untuk mengkaji permasalahan-permasalahan diatas dan memikirkan langkah-langkah yang bisa kita lakukan, baik secara individu maupun selaku anggota komunitas Engineer, demi kemajuan profesi kita bersama yaitu selaku: Engineer. Tanpa ber-pretensi lebih tahu, di bawah ini penulis ingin memberikan beberapa sumbang saran…
3.1 ETIKA
Penulis pernah membaca literatur yang membahas masalah Etika Profesi, disana dibahas bagaimana kata-kata Etika, yang dalam bahasa Inggris itu ditulis ETHICS, diuraikan huruf per huruf menjadi jabaran kode etik profesi yang sangat menarik dan yang bisa mengangkat harkat profesi kita. Dibawah penulis menyajikan bahasan tersebut yang penulis sesuaikan untuk profesi Engineering yang kita geluti bersama ini,
E = Excellence = Keunggulan
Selaku profesional, seorang Engineer, harus bersikap terus menerus memperbaiki pengetahuannya, selalu mencari solusi yang terbaik. Tidak boleh bergantung kepada code of practice secara membuta. Engineer tidak boleh bersikap pasif, melainkan harus pro-aktif untuk beradaptasi dengan era globalisasi yang serba cepat ini. Engineer yang tidak selalu pro-aktif memperbarui diri dengan pengetahuan dan teknologi baru akan tertinggal jaman.
Dalam era globalisasi ini hanya bermodalkan disiplin pengetahun Engineering itu sendiri tidaklah cukup, seorang Engineer perlu melengkapi dirinya dengan pentetahuan dasar akan ilmu-ilmu sosial, ekonomi, keuangan, humas, dan lain-lain yang terkait dengan pekerjaannya. Pengetahuan dan keahlian mana diperlukan untuk secara efektif mengkomunikasikan proses engineering. Untuk menganalisa, untuk berpikir secara lateral (dalam keterkaitan dengan bidang diluar engineering) dan vertikal (dalam bidang engineering secara mendalam), men-sintesa, memformulasikan permasalahan, dan menyelesaikannya.
T = Trustworthy = Terpercaya
Pengetahuan Engineering merupakan pengetahuan yang sangat khusus, tidak banyak orang yang menguasai disiplin ilmu ini. Karenanya seorang Engineer harus mempunyai kebanggaan diri dalam merefleksikan kepercayaan. Setiap kata dan tindakan dalam menjalankan profesi-nya harus dapat diandalkan. Seorang Engineer wajib memberikan dan menerapkan solusi yang terbaik yang diketahuinya. Sesama Engineer harus juga bisa saling menghormati, saling dipercaya dan mempercayai. Serta tidak saling menjatuhkan satu sama lain.
H = Honesty = Kejujuran
Agar dapat dipercaya seorang Engineer harus jujur terhadap profesinya, terhadap diri sendiri, terhadap sesama Engineer dan terhadap client-nya.
Diperlukan sikap lapang dada dalam menerima saran dan kritik dari sesama Engineer demi kemajuan bersama. Jujur dalam mengemukakan keuntungan dan kerugian alternatif-alternatif solusi yang diajukannya.
Kejujuran merupakan pangkal dari prilaku etikal. Kejujuran berarti mengatakan sesuatu apa adanya. Kejujuran berarti selalu menjaga untuk tidak membohongi orang lain, baik secara sengaja ataupun dengan bersikap diam. Contoh: Bilamana sang Engineer bahwa solusi dengan menggunakan suatu teknik perbaikan tanah merupakan solusi yang terbaik dan termurah, namun sang Engineer bersikap diam karena solusi tersebut berarti pekerjaan akan jatuh ke tangan Engineer lain. Sebuah dilemma bukan? Namun, disinilah sikap etikal itu akan sangat menentukan.
Kejujuran juga berarti bersikap adil, menerima dan memberi apa yang menjadi hak orang lain, menerima kewajiban dan menolak hal-hal yang tidak merupakan hak dan yang berada diluar otoritas-nya. Menerima dan mengerjakan tugas yang memang bisa dikerjakannya, dan tidak mengerjakan tugas yang berada diluar bidang keahliannya. Walaupun sering kali kita ditempatkan dalam kesulitan untuk bersikap jujur sejujur-jujurnya, namun bila kita selaku Engineer dapat menjaga dan memelihara sikap jujur tersebut, maka pada akhirnya akan mengangkat nilai sang Engineer dan profesi Engineering itu sendiri.
I = Integrity = Integritas
Engineer selayaknya menjunjung tinggi integritas pribadi dan bidang keahliannya dengan berlaku tegas dan tegar terutama sekali dalam menegakkan dan menerapkan pengetahuannya. Keputusan seyogyanya diambil dengan juga mempertimbangkian dampak lingkungan dan tidak semata-mata demi kepentingan pribadi dan/atau pemberi tugas. Berani menegakkan integritasnya dengan jalan mengedepankan kepentingan umum dan menolak segala bentuk insentif dan paksaan yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Keputusan hendaknya diambil dengan tidak mengutamakan keuntungan materi, tetapi berdasarkan pertimbangan engineering dan dampak lingkungan. Bilamana diperlukan harus dapat mengatakan: “Tidak” kepada pemberi tugas. Tidak bersikap menjadi “Yes-man” dan tidak mengambil sikap asal “menyenangkan” pemberi tugas. Tentunya disini diperlukan teknik penyampaian kata TIDAK yang baik. Jelas bahwa Engineer juga memerlukan pengetahuan Human Relation.
Integritas berarti tidak saja bersikap jujur tapi juga berarti tahan untuk tidak bersikap korup. Engineer dengan integritas tinggi mengerjakan dan berkata benar, sekalipun hal itu berakibat kehilangan proyek. Tentunya cobaan untuk bersikap seperti itu sangatlah besar, semakin besar nilai proyek semakin sulit mengambil sikap dengan integritas tinggi. Menolak terlibat dalam proyek yang nyata-nyata diketahui berdampak negatif namun bernilai besar merupakan cobaan yang sangat besar terhadap Integritas sang Engineer. Namun, itulah essensi dari nilai Integritas.
Diperlukan kemampuan komunikasi yang tinggi untuk bersikap jujur dan ber-integritas, karenapengetahuan Engineering saja tidaklah cukup, diperlukan pengetahuan human relation dan sedikit psychology.
C = Caring = Perduli
Setiap buah karya Engineer seyogyanya juga dilandasi dengan pemikiran yang berdasarkan keperdulian terhadap lingkungan dan masyarakat. Berusaha agar dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekecil mungkin. Dan sebaliknya agar karyanya itu bahkan berdampak positif terhadap kehidupan. Disinilah letak keanggunan dari karya sang Engineer.
Ini berarti bersikap perduli. Bekerja tidak hanya bermotifkan kepentingan pribadi dan kepentingan pemberi tugas tetapi juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas dan lingkungan.
Perduli terhadap kepentingan rekan-rekan se-profesi. Sikap memper-timbangkan kepentingan rekan se-profesi pada akhirnya akan membawa dampak positif terhadap profesi engineering itu sendiri.
Abraham Lincoln berkata: Orang yang membiarkan kesalahan berlalu dihadapannya, sama salahnya dengan orang yang membuat kesalahan.
S = Selflessness = Tidak Egois
Tidak bersikap egois, tidak mengedepankan kepentingan diri pribadi. Tidak bersikap seperti economic animal yang menilai semua dari sudut kepentingan ekonomi semata.
Enam huruf ETHICS yang dijabarkan sebagai akronim dari enam kata: Excellence, Trustworthy, Honesty, Integrity, Caring dan Selflessness itu saling kait mengait, merupakan suatu kesatuan kode etik prilaku yang tidak mudah dijalankan.
Bersikap etikal seringkali memerlukan sebuah harga yang mahal, menimbulkan kerugian jangka pendek, tidak jarang membawa sang Engineer dalam posisi berhadapan terhadap pemberi tugas, terhadap sesama rekan seprofesi, terhadap atasan, bahkan terhadap anggota keluarga kita yang tidak bersedia menanggung kerugian materi akibat mengedepankan etika. Tekad saja tidaklah cukup. Tanpa tindakan, semua maksud baik tinggal maksud dan tidak bermakna sama sekali. Diperlukan keberanian dan ketegasan untuk bertindak etis. Walaupun ada kerugian jangka pendek, namun keberanian menegakkan prinsip-prinsip etika pada akhirnya akan memenangkan rasa hormat rekan seprofesi, atasan, pemberi tugas dan juga anggota keluarga sang Engineer.
Engineer tidak boleh membiarkan dirinya dipergunakan sebagai alat dari pemberi tugas atau alat dari profesi lain, tetapi harus memposisikan diri kita untuk menjadi pemikir, pemecah permasalahan(problem solver), dan salah satu leader dalam masyarakat.
3.2 HOW TO SELL OURSELVES ?
Era globalisasi membawa perubahan tatanan sosial yang amat cepat dan dunia ekonomi yang semakin kompetitif. Teknologi internet membuat dunia semakin kecil, email, world wide web, internet phone dan video conferencing membuat Engineer dapat melakukan tugasnya dari mana saja, tanpa perlu melakukan banyak tatap muka langsung. Ini berarti persaingan dengan Engineer dari luar negeri juga semakin terbuka lebar. Jelas bahwa dunia Engineering yang menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan bangsa dan negara juga mengalami dampak yang sangat besar, baik dari segi teknologi maupun dalam sisi ekonomi.
Di suatu sisi perkembangan teknologi dan kompetisi ketat membawa dampak positif dalam peningkatan efisiensi. Namun, TERLAMPAU KOMPETITIF, membawa dampak negatif, membuat sebagian besar Engineer mengambil posisi survival dengan akibat marjin keuntungan yang terlampau rendah atau bahkan tanpa keuntungan, tidak bisa berinvestasi untuk belajar, apalagi berinvestasi untuk teknologi dan peralatan baru. Bila keadaan seperti ini terus berlangsung, pada saatnya nanti (atau bahkan sekarang sudah terjadi?), Engineer local betul-betul hanya akan menjadi ‘alat’ dari para pemilik modal, ‘pembantu’ dari para konsultan luar negeri. Kasarnya, mengutip apa pernah terlontar dari mulut seorang konglomerat dan seorang pemilik alat-alat berat: “Sebenarnya, kalian Engineer sama saja dengan kuli, hanya bedanya kalian adalah kuli pintar yang tidak bisa berbisnis.” Sepintas terasa sangat-sangat menyinggung dan merendahkan. Namun, bila sejenak kita melepaskan professional pride kita selaku Engineer dan melihat bagaimana banyak dari antara kita bersikap saling membanting harga, dan untuk men-justify tindakan itu kita berkata: “Habis bagaimana lagi? Sistemnya sudah begitu? Kalau kita tidak mau ada orang lain yang mau!” atau “Membuat kartel? Melangggar etika bisnis! Menentukan harga? Percuma akan dilanggar sendiri!”
Terasa sekali ada hal yang sangat kurang disini? Apa yang kurang? Kasarnya, seperti kata sang konglomerat tadi: Engineer tidak bisa berbisnis! Halusnya, seperti yang penulis kutip dari kalangan agen asuransi jiwa (profesi yang sering kali dijauhi orang dan bahkan sering dianggap pes), kita harus belajar: How to sell ourself (with pride and honor)? Yah, Bagaimana kita menjual diri kita? (maaf, jangan diartikan menjual diri seperti pelacur). Intinya adalah bagaimana kita memposisikan diri dalam menjual jasa kita, dengan kebanggaan dan secara terhormat?
Tengoklah, Mengapa dokter bisa menetapkan harga tanpa ditawar? Karena mereka berurusan dengan jiwa manusia sehingga pasiennya tidak berani menawar. Baik, lalu bagaimana dengan notaris? Bagaimana dengan salon, bengkel mobil, super market dll? Apakah persaingan mereka kurang ketat? Oh, itu karena konsumen mereka jauh lebih luas, demikian jawab kita. Benarkah?? Sebagai masukan: Penulis pernah mendampingi beberapa orang businesman dalam berbisnis, satu jenis sisir wanita dibeli dengan harga S$0.8 atau sekitar Rp. 4.000,- di supplier dari Singapore, dalam grosiran dijual dengan harga Rp. 18.000,- di Jakarta, tiba di department store harga menjadi Rp. 28.000,-? Kita lalu berdalih, karena dia tidak ada saingan, coba tengok ke Pasar Pagi, Mangga Dua, banyak sekali toko yang menjual sisir itu!! Contoh lain: Berapa biaya yang kita keluarkan setiap kali membetulkan ac mobil kita? Agar diketahui penulis melihat dengan mata kepala sendiri salah satu spare part dengan modal dasar sekitar Rp. 80.000,- dibeli via Singapore, bisa dijual dengan harga Rp. 250,000.- di bengkel!! Masih kurang yakin? Berapa harga sebotol coca cola di super market? Dan berapa harga minuman yang sama di hotel berbintang lima?? Toh, tetap saja orang datang dan minum disana.
Ingin contoh dari dunia kita sendiri? Konsultasi perbaikan tanah, satu orang engineer bisa mendapatkan dengan harga Rp. 60.000.000,- sementara untuk pekerjaan yang sama engineer lain mengerjakan dengan harga 7 kali lipat dibawah itu. Padahal harga yang 60 juta itu sudah didapatkan SPK via tender.
Mengapa? Jelas sekali ada yang kurang pada diri kita. Apa? Kembali kepada ucapan dari kalangan agen asuransi jiwa: HOW TO SELL OURSELF? Kita perlu belajar Selling Tehcnique atau teknik menjual. Kita perlu belajar Professional Salesmanship. Intinya: Bagaimana kita memposisikan diri, bagaimana kita menilai diri kita sendiri, bagaimana kita menjual jasa kita berdasarkan apa yang disebut SPIN – Situation, Problems, Implication dan Needs Pay-off. Suatu teknik menjual dengan memahami situasi, problem yang dihadapi client, implikasi dari problem yang dihadapinya, dan manfaat dari solusi yang ditawarkan. Jelasnya bisa dibaca dari buku: SPIN Selling (Rackham N., 1995).
3.3 PENDIDIKAN ENGINEERING
Dalam hemat penulis, pendidikan Engineering juga harus dikaji ulang. Tidak cukup dengan hanya mengajarkan materi engineering itu sendiri. Mendidik tidak sama dengan mengajar. Mendidik membawa konotasi peningkatan kualitas mental dan cara berpikir, tidak hanya materi pelajaran. Karena itu perlu sekali para calon Engineer dididik dengan etika moral. Dan dilengkapi juga dengan dasar-dasar ilmu ekonomi dan hubungan masyarakat. Dengan demikian diharapkan Engineer tidak menjadi komoditi, alat atau pengikut investor, tetapi menjadi Engineer yang mempunyai kemampuan sebagai Komunikator, Penerap teknologi maju, Inovator, dan salah satu Leading Factor dalam pembangunan. Dan dalam skala kecil, yang mampu hidup dari dunia engineering dan tidak akan meninggalkan dunia engineering itu sendiri hanya karena dunia lain lebih menjanjikan secara keuangan.

Jumat, 05 Mei 2017

Etika Profesi Dan Komunikasi

                            ETIKA PROFESI DAN KOMUNIKASI

Pada tulisan kali ini saya akan menceritakan tentang hasil seminar yang telah saya ikuti selama bebepa waktu ini guna untuk memenuhi tugas kuliah dengan mata kuliah Etika Profesi dan Komunikasi #,  yang di bimbing oleh Ibu Yuning Ika Rohmawati.

Seminar yang pertamayang saya ikuti adalah seminar yang diselenggarakan oleh institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) dengan tema “Make a Better Environment With Lanscape Architect”





DI isi oleh 2 pembicara
1.      Mikhail Gorbchev Domm, beliau adalah alumni Universitas Indonesia dan juga aktivis lingkungan Indonesia Populih materi yang beliau sampaikan adalah mengenai Propaganda lingkungan hidup melalui sosial media
2.      Baron Noor wendo, beliau adalah alumni Universitas Indonesia dan juga ketua Bank Sampah kota Depok. Materi yang beliau sampaikan adalah mengenai Perilaku hijau setiap hari : Kreatif dan produktif memanfaatkan sampah


Berikut adalah foto suasana ketika seminar :


  

Materi 1 dari seminar berikut tentang : Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.
Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan di mana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.
Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda.
Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial.[1]

MATERI 2 ADALAH TENTANG KREATIF & MEMANFAATKAN SAMPAH :

 A.  Pengertian Sampah
Menurut para ahli, sebagaimana dikutif oleh Dedy Meliala bahwa sampah dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.        Kamus Istilah Lingkungan, mendefinisikan sampah sebagai berikut:
“Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”.
2.        Dr. Tandjung, M.Sc. mengatakan bahwa:  “Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula”.
3.        Prof. Ir. Radyastuti. W. mengungkapkan bahwa: “Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai”.
4.        Ecolink untuk Istilah Lingkungan mengatakan: “Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis”.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi dan dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula.


B.       Sumber-sumber Sampah
             Dilihat dari sumbernya sampah dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
1.        Rumah Tangga
Sampah rumah tangga berasal dari dapur rumah yang biasanya sampah organik dari sisa sayuran, buah-buahan, dan makanan. Tetapi, ada juga sampah anorganik seperti sampo, pasta gigi, sikat gigi, dan lain sebagainya.
2.        Pertanian
Secara umum sampah pertanian dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, pupuk, dan hiasan. Sampah pertanian diantaranya adalah batang-batang padi dan gabah sisa penggilingan padi.
3.        Perkantoran
Sampah perkantoran pada umumnya adalah kertas-kertas seperti kertas folio dan kertas koran. Sampah kertas adalah sampah yang paling mudah untuk dimanfaatkan kembali.
4.        Pabrik atau Perindustrian
Sampah pabrik atau perindustrian biasanya kita kenal sebagai limbah. Limbah industri ada yang berbahaya dan ada juga yang tidak. Sampah industri yang berbahaya contohnya limbah kimia yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik kimia yang sebagian ada yang mengandung racun, sehingga dianggap sebagai limbah yang berbahaya.
5.        Rumah Sakit
Sampah rumah sakit biasanya berupa bekas alat suntik, obat-obatan, botol infus, dan sebagainya. Beberapa sampah rumah sakit dikategorikan sebagai sampah berbahaya.
6.        Pasar
Sampah yang berasal dari pasar cukup beragam yang pada umumnya adalah sisa-sisa sayuran yang layu atau busuk. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah-sampah tersebut dapat menimbulkan bau yang tidak sedap  sehingga dapat mengganggu kenyamanan para pembeli. Jika kondisi tersebut tidak berubah, para pembeli akan memilih tempat yang lebih nyaman seperti di supermarket.


C.      Jenis-jenis Sampah
Berdasarkan komposisi, sampah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.        Sampah Organik (Degradable)



Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable atau dapat juga didefinisikan sampah yang dapat mengalami pembusukan secara alami. Sampah rumah tangga
sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah berasal dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain dari kertas, karet, dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah dan lain sebagainya.
2.      Sampah Anorganik (non-organik/Undegradable)



Sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari barang-barang yang tidak dapat terurai atau tidak dapat mengalami pembusukan secara alami, seperti sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati, baik sebagai produk sintetik maupun hasil pengolahan teknologi (kaleng, plastik, karet, kaca, keramik, kertas). Walaupun tidak dapat mengalami pembusukan secara lamai, tetapi sampah anorganik ini dapat didaur ulang.

  Berdasarkan sifat fisiknya, sampah digolongkan atas lima kategori, antara lain:   
1.        Sampah Basah (Garbage)
Terdiri dari bahan-bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk (sisa makanan, buah atau sayuran). Sifat utama dari sampah basah ini banyak mengandung air dan cepat membusuk terutama pada daerah tropis seperti Indonesia.
2.        Sampah Kering (Rubbish)
Tersusun dari bahan organik maupun anorganik yang sifatnya lambat atau tidak mudah membusuk. Sampah kering ini terdiri atas dua golongan:
a.    Metalic Rubbish - misalnya pipa besi tua, kaleng-kaleng bekas.
b.    Non Metalic Rubbish - misalnya kertas, kayu, sisa-sisa kain, kaca, mika, keramik, dan batu-batuan.
3.        Sampah Lembut
Terdiri dari partikel-partikel kecil,  ringan dan  mempunyai  sifat  mudah  beterbangan,
yang dapat membahayakan dan mengganggu pernafasan serta penglihatan. Misalnya: 
a.    Debu, berasal dari penyapuan lantai rumah atau gedung, debu pengrajin kayu, debu pabrik kapur, pabrik semen, pabrik tenun, dan lain-lain.
b.     Abu, berasal dari sisa pembakaran kayu, abu rokok, abu sekam, sampah yang terbakar, dan lain-lain.
4.        Sampah Besar (Bulky Waste)
Merupakan sampah yang berukuran besar, misalnya: bekas furnitur (kursi, meja), peralatan rumah tangga (kulkas, TV), dan lain-lain. 
5.        Sampah Berbahaya dan Beracun (Hazardous Waste).
Merupakan sampah dari bahan yang beracun dan berbahaya baik terhadap manusia, hewan maupun tanaman. Sampah ini tidak dapat didaur ulang secara sembarangan harus disterilkan terlebih dahulu. Sampah ini terdiri dari:
a.    Sampah patogen, berupa sampah yang berasal dari rumah sakit dan klinik.
       b.    Sampah beracun, berupa sisa-sisa pestisida, insektisida, kertas bekas pembungkus bahan
              beracun, baterei bekas, dan lain-lain.
c.    Sampah radioaktif, berupa sampah bahan-bahan nuklir.
d.     Sampah ledakan, berupa petasan, mesiu dari sampah perang, dan sebagainya.

Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi:
1.        Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
             a.    Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi 
                    baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan 
                    perkebunan. 
              b.   Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat 
                    dibagi lagi menjadi: 
   -   Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai 
        secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
   -    Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau 
        diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
2.        Sampah cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Contohnya:
·                   a.   Limbah hitam :  sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen 
                  yang berbahaya.
·                   b.   Limbah Rumah Tangga : sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat 
                  cucian. Sampah ini memungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi:  padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi.  Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
3.        Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
4.        Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama  pada  dialektika   manusia   adalah   pengurangan   penularan  penyakit  melalui
sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
5.        Sampah konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.
6.        Limbah radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).


D.      Dampak Negatif Sampah Dalam Berbagai Bidang
1.        Dampak terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah terjangkitnya berbagai penyakit, seperti:
a.    Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
b.         Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). 
c.         Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
d.      Sampah beracun. Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
2.        Dampak terhadap Lingkungan
Pencemaran darat yang dapat ditimbulkan oleh sampah misalnya pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. Bila ditinjau dari segi kesehatan sebagai tempat bersarang dan menyebarnya bibit penyakit, sedangkan ditinjau dari segi keindahan, tentu saja menurunnya estetika (tidak sedap dipandang mata).




             Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
Macam pencemaran perairan yang ditimbulkan oleh sampah misalnya terjadinya perubahan warna dan bau pada air sungai, penyebaran bahan kimia dan mikroorganisme yang terbawa air hujan dan meresapnya bahan-bahan berbahaya sehingga mencemari sumur dan sumber air. Bahan-bahan pencemar yang masuk kedalam air tanah dapat muncul ke permukaan tanah melalui air sumur penduduk dan mata air.
Jika bahan pencemar itu berupa B3 (bahan berbahaya dan beracun) mislnya air raksa (merkuri), chrom, timbale, cadmium, maka akan berbahaya bagi manusia, karena dapat menyebabkan gangguan pada syaraf, cacat pada bayi, kerusakan sel-sel hati atau ginjal. Baterai bekas (untuk senter, kamera, sepatu menyala, jam tangan) mengandung merkuri atau cadmium, jangan di buang disembarang tempat karena B3 didalamnya dapat meresap ke sumur penduduk.
Macam pencemaran udara yang ditimbulkannya misalnya mengeluarkan bau yang tidak sedap, debu, gas-gas beracun. Pembakaran sampah dapat meningkatkan karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2) nitrogen-monoksida (NO), gas belerang, amoniak dan asap di udara. Asap di udara, asap yang ditimbulkan dari bahan plastik ada yang bersifat karsinogen, artinya dapat menimbulkan kanker, berhati-hatilah dalam membakar sampah.
3.        Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
4.        Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat  kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.





E.       Cara Menanggulangi Permasalahan yang Berhubungan dengan Sampah
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan yang berhubungan dengan sampah, yaitu:
 1.        Masyarakat diwajibkan membuang sampah pada tempatnya.
2.        Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kewajiban masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Bagi masyarakat yang melanggar dikenakan hukuman sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut.
3.        Tersedianya tempat sampah di tempat-tempat tertentu sehingga masyarakat tidak susah membuang sampah di tempat tersebut.
4.        Melakukan kerja bakti secara berkala untuk membersihkan lingkungan sekitar dari sampah.
5.        Penimbunan Tanah
Didaerah perkotaan, setiap harinya ribuan meter kubik diangkut ke tempat pembuangan akhir. Sampah-sampah yang bertumpuk ini dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah dataran rendah yang akan dijadikan perumahan, ruko atau yang lainnya. Sampah-sampah itu diratakan dan dipadatkan sampai ketinggian yang diinginkan. (Marshall Bakar, 2012:32)
6.        Penimbunan Tanah Secara Sehat (Sanitary Land Fill)
Sampah busuk (garbage) yang merupakan sisa makanan, sayuran atau segala yang busuk dan berbau busuk sebenarnya dapat dijadikan bahan untuk mengurug dataran rendah. Namun setelah itu, sampah diurug sesuai dengan ketinggian yang diinginkan, sampah ini ditimbun tanah. Lapisan tanah penimbunan ketebalannya minimal 60 cm.
7.        Pembakaran Sampah
Cara pemusnahan sampah dengan pembakaran biasa dilakukan oleh penduduk desa atau pinggiran kota. Cara ini dianggap paling praktis. Namun ada kendala jika datang musim penghujan. Biasanya sampah menjadi basah dan sulit dibakar. Selain itu, pembakaran sampah menyebabkan pencemaran udara. (Marshall Bakar, 2012:32)
8.        Penghancuran (Pulverisation)
Sebagian kota besar telah memiliki mobil pengumpul sampah yang dilengkapi dengan mesin penghancur. Sampah dibuat potongan-potongan kecil sehingga menjadi praktis. Setelah sampah dilumatkan, maka sampah-sampah itu dibuang untuk menimbun dataran rendah atau dibuat pupuk kompos. (Marshall Bakar, 2012:32)


F.       Prinsip Pengolahan Sampah
Berikut  adalah  prinsip-prinsip  yang  bisa  diterapkan  dalam  pengolahan sampah,
 yaitu:
1.        Mengurangi (Inggris: reduce)
Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
2.        Menggunakan kembali (Inggris: reuse)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang yang sekali pakai, buang(Inggris: disposable)
3.        Mendaur ulang (Inggris: recycle)
Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna didaur ulang lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak industri tidak resmi (Inggris: informal) dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang berguna bagi manusia.
4.        Mengganti (Inggris: replace)
Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.
5.        Mengubah (Inggris: recovery)
Recovery ialah proses pengubahan sampah menjadi bentuk lain, misalnya sampah diubah menajdi energi listrik (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)).


G.      Pemanfaatan Sampah untuk Menghasilkan Nilai Ekonomis Masyarakat        
Selain cara di atas ada beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah yaitu dengan memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat, diantaranya adalah:
1.        Makanan Ternak
Banyak sisa kegiatan rumah tangga atau kegiatan pabrik yang bisa dijadikan makanan ternak. Sebagai contoh, sayur-mayur sisa di dapur, bisa dijadikan makanan sapi, kambing atau binatang ternak lainnya. Nasi yang basi bisa dicampur dengan dedak untuk makanan ayam. Kulit singkong, kulit pisang dan sejenisnya bisa juga dijadikan makanan ternak. Di beberapa peternakan, ampas tahu dijadikan makanan domba, sehingga domba tumbuh dengan gemuk.
2.        Daur Ulang (Recycling)
Sampah-sampah  yang  dibuang karena dianggap sudah tidak berguna lagi, sebenarnya
masih dapat dimanfaatkan. Benda-benda itu bisa diubah menjadi benda lain atau dicetak ulang untuk benda yang sama, seperti : plastik, kertas, kaca, dan botol bekas. Beberapa contoh daur ulang dapat disebutkan sebagai berikut:
a.       Daur ulang plastik
Plastik-palstik yang dikumpulkan diproses melalui beberapa tahapan, yaitu : sortir, pemotongan, pencucian, pengeringan, pemanasan, penyaringan, pendinginan, pencetakan pembungkusan dan pemeriksaan. Pada tahap ini dihasilkan biji plastik yang selanjutnya diolah menjadi barang-barang keperluan rumah tangga yang memiliki nilai jual.
b.      Daur ulang kaca
Daur ulang kaca dapat dilakukan dengan cara pecahan kaca atau botol yang ada dibersihkan, dicuci dan dilebur dalam tungku pemanas bersuhu 1.500 derajat celcius selama 24 jam. Setelah benar-benar meleleh, selanjutnya kaca dibentuk sesuai dengan keinginan. Pecahan kaca atau botol dapat pula langsung dibuat benda hias yang memiliki nilai seni yang tinggi.
c.       Daur ulang kaleng bekas
Kaleng-kaleng bekas dapat didaur ulang menjadi berbagai barang kerajinan yang berguna, misalnya vas bunga, tempat pensil, wadah kosmetik atau perhiasan, mainan anak atau toples tempat permen.
d.      Daur ulang bunga kering
Agar bunga dapat bertahan lebih lama dan memiliki nilai seni yang tinggi, bunga dapat dikeringkan dan dikombinasikan dengan bahan limbah lain seperti ranting tanaman, daun, kulit dan biji buah. Semua bahan tersebut dirangkai melalui pengeleman dan dibentuk menjadi booklet yang indah atau asesoris lain sebagai dekorasi ruangan.
e.       Daur ulang bahan kain
Kain yang sudah tidak dipakai lagi dapat dimanfaatkan untuk membuat boneka, washlap, tas, tempat pensil dan lain-lain. Selain itu limbah dari pabrik yang berupa bahan kain dapat dimanfaatkan untuk membuat keset, hiasan dinding dan lain sebagainya.
f.       Daur ulang bahan kertas
Kertas  yang  sudah  tidak  dipakai  lagi  dapat  dimanfaatkan untuk membuat kartu
undangan, kotak perhiasan, kotak pensil, buku dan lain-lain dengan cara mengubah kertas-kertas bekas menjadi bubur kertas. Selanjutnya dicetak, dikeringkan dan kemudian dapat dibentuk sesuai dengan keperluan.
3.        Pengomposan (Composting)
Pemusnahan sampah dengan cara pengomposan sudah banyak dilakukan orang, baik secara pribadi maupun kelompok. Mereka menggunakan teknik pengomposan untuk memanfaatkan benda tak berguna itu untuk dijual sebagai pupuk kompos. Dengan cara, sampah yang berupa sampah basah (garbage) dapat dimanfaatkan untuk membuat kompos. Komposisi untuk membuat kompos ini adalah 2 – 4 m kubik sampah basah, 6,5 m kubik kulit buah kopi, 750 kg kotoran hewan memamah biak (kira-kira 50 blek minyak tanak isi 20 liter), dan 30 kg abu dapur atau abu kayu. Cara pembuatan kompos ini cukup mudah, yaitu:
a.         Semua bahan dicampur kecuali abu dan disimpan di tempat pengomposan setinggi 1 m. Kemudian atasnya ditaburi abu secara merata.
b.         Cairan yang keluar dari bak pengomposan ditampung dan disiramkan kembali ke permukaan kompos untuk meningkatkan kadar nitrogen dan mempercepat proses pengomposan.
c.         Setelah 2 -3 minggu kompos perlu dibolak-balik dengan baik setiap minggu.
d.        Biasanya 2-3 bulan kompos sudah matang dengan sempurna.
e.         Setiap dimanfaatkan sebaiknya kompos dijemur dulu sampai agak kering dan kadar airnya kira-kira tinggal 50-60 % saja.













Forensik & Penilaian Bangunan #

UNIVERSITAS GUNADARMA  MAKALAH FORENSIK  DAN PENILAIAN BANGUNAN KELOMPOK 4: Adelia Anggita D. 1031...