NAMA : ALFIN FIKRIN KARIM
NPM : 10316571
KELAS : 4TA04
TUGAS : 2
UNIVERSITAS GUNADARMA
TUGAS
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
KELOMPOK 2
ALFIN FIKRIN KARIM (10316571)
JERICHO ALPASYAKH HUTABARAT (13316701)
NONI KOMARIAH SARI (15316468)
RIZWANDA ICHWAN (16316637)
SOAL :
1. Nominal / biaya berapa yang harus
memakai kontrak
-struck
-nota
-bon
-kwitansi
-kontrak
2. Apa yang dimaksud harga tidak
wajar, harga wajar, harga timpang
3. Jelaskan proses dari DED sampai
kontrak (dr konsultan ke kontraktor)
4. Jelaskan mengenai show cause meeting berapa kali
pelaksanaannya , sertakan alasannya
1.
Nominal
/ biaya berapa yang harus memakai kontrak
·
struck
·
nota
·
bon
·
kwitansi
·
kontrak
Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70
Jaminan
Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk
Kontrak bernilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
1.
Bentuk
Kontrak terdiri atas:
2.
Bukti
pembelian/pembayaran;
3.
Kuitansi;
4.
Surat
Perintah Kerja (SPK);
5.
Surat
perjanjian; dan
6.
Surat
pesanan.
·
Bukti
pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
·
Kuitansi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
·
SPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa
Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi
dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
·
Surat
perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan
Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi
dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2.
HARGA TIDAK WAJAR,
HARGA MENYIMPANG, HARGA TIMPANG
Definisi Harga Timpang.
Pasal 92 ayat 1 Perpres 54/2010 dan seleuruh perubahannya (Perpres 54/2010) menyebutkan
bahwa Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
penyesuaian harga diberlakukan terhadap
Kontrak Tahun Jamak berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan
persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/atau perubahan
Dokumen Pengadaan;
tata cara perhitungan penyesuaian harga
harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan penyesuaian harga tidak
diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta
pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.
Penjelasan pasal 92 ayat 1 Huruf c : Harga Satuan timpang adalah Harga Satuan penawaran yang
melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, setelah dilakukan klarifikasi.
Untuk definisi tentang Harga Timpang,
sudah sangat jelas dalam penjelasan pasal 92 ayat 1 huruf c, yaitu Harga Satuan
Penawaran yang memenuhi syarat:
Harga Satuan Penawaran melebihi 110%
dari Harga Satuan HPS; dan
Telah diklarifikasi dan disetujui kepada
si pemilik penawaran.
Jika tidak memenuhi 2 hal ini maka tidak
dapat dikatakan sebagai harga timpang. Sehingga jika dibuat ilustrasi tabel
yang dimaksud harga satuan timpang adalah :
Potensi Harga Timpang
ada pada Harga Satuan Penawaran dibandingkan dengan Harga Satuan HPS sebelum
menjadi Harga Satuan Kontrak. Akan diakui sebagai Harga Timpang jika disepakati
dan siap untuk dijadikan Harga Satuan Kontrak antara PPK dan Penyedia. Inilah
harga yang diperjanjikan sejak awal dalam dokumen pengadaan barang/jasa. Kenapa
Harga Timpang harus diklarifikasi dan disetujui? Agar sebelum kontrak ditandatangani
semua pihak sadar betul akibat yang diperjanjikan ketika terjadi Harga Timpang.
3.
Proses DED dari konsultan sampai ke kontraktor
·
DED atau detailed
engineering design adalah : Detail Engineering Design (DED) bisa berupa gambar
detail namun dapat dibuat lebih lengkap yang terdiri dari beberapa komponen
seperti di bawah ini:
- Gambar detail bangunan/gambar bestek, yaitu gambar desain
bangunan yang dibuat lengkap untuk konstruksi yang akan dikerjakan
- Engineer's Estimate (EE) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB)
- Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
- Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi
- laporan arsitektur;
- laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan
tanah (Soil Test)
- laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;
-
laporan perhitungan IT
(Informasi & Teknologi)
Untuk keterangan lebih jelasnya mengenai isi dari DED berikut
ini:
·
Gambar detail bangunan atau
bestek bisa terdiri dari gambar rencana teknis. Gambar rencana teknis ini
meliputi arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, serta tata lingkungan.
Semakin baik dan lengkap gambar akan mempermudah proses pekerjaan dan
mempercepat dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi.
·
Rencana Anggaran Biaya atau
RAB adalah perhitungan keseluruhan harga dari volume masing-masing satuan
pekerjaan. RAB dibuat berdasarkan gambar. Kemudian dapat dibuat juga Daftar
Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) serta spesifikasi dan harga. Susunan dari
RAB nantinya akan direview, perhitungannya dikoreksi dan diupdate harganya
disesuaikan dengan harga pasar sehingga dapat menjadi Harga Perkiraan Sendiri
(HPS).
· Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) ini mencakup
persyaratan mutu dan kuantitas material bangunan, dimensi material bangunan,
prosedur pemasangan material dan persyaratan-persyaratan lain yang wajib
dipenuhi oleh penyedia pekerjaan konstruksi. RKS kemudian menjadi syarat yang
harus dipenuhi penyedia sehingga dapat dimasukan ke dalam Standar Dokumen
Pengadaan (SDP).
DED dengan syarat
syarat yang diatas harus dipenuhi oleh konsultan sehingga dapat diserahterimakan
dengan pihak kontraktor.
Bagi mahasiswa teknik sipil dan para pekerja
konstruksi harus tahu istilah dari pengertian Show Cause Meeting (SCM). SCM
secara deinitif diartikan sebagai Rapat Pembuktian. Dan yang akan kita bahas
disini adalah Rapat Pembuktian Keterlambatan pada pekerjaan konstruksi.
Keterlambatan tersebut bisa terjadi karena kendala dari segi material/bahan,
kurangnya pekerja dilapangan dan kondisi alam.
Show
Cause Meeting (SCM) diadakan oleh Pejabat Dinas terkait dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi
kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai
dengan jadwal penyelesaian pekerjaan yang telah dibuat.
Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan, maka
kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian SCM. Pejabat Dinas dalam
hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis atau dikenakan ketentuan
tentang kontrak kritis kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan
pekerjaan.
- Ketentuan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Sesuai dengan Permen PU No. 07/PRT/M/2011 Buku PK 06A-BAB VII B6 Angka 39.2, kontrak dinyatakan kritis apabila:
- Periode
I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik
pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.
- Periode
II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik
pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.
- Rencana
fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan
terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampui tahun anggaran
berjalan.
- Penanganan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Penanganan Kritis Periode I dan Periode II
- Pada saat kontrak
dinyatakan kritis, Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada
kontraktor/penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan Show Cause Meeting (SCM).
- Dalam SCM PPK, Direksi
pekerjaan, direksi teknis dan penyediah membahas dan menyempakati besaran
kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam periode waktu
tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM Tingkat
Pertama.
- Apabila penyediah
gagal pada uji coba pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas dan
menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam
periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara
SCM II.
- Apabila Penyedia gagal
pada uji coba tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang membahas dan
menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam
periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam Berita
Acara SCM III.
- Pada setiap uji coba
yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada Penyedia atas
keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hal setelah diberikan SCM III yaitu
Rencana fisik pelaksanaan 70 % - 100 % dari kontrak, realisasi fisik
pelaksanaan terlambat kurang dari 5 % dari rencana dan akan melampui tahun
anggaran berjalan dan penyedia tidak mampu memenuhi kemajuan fisik yang sudah
ditetapkan, PPK melakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran
berakhir, dengan ketentuan:
1.
PPK dapat memberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan
paling lama 50 (lima puluh) hari kalender dengan ketentuan, penyedia secara
teknis mampu menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari
kalender.
2.
PPK dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan
mengesampingkan pasal 1266 kitab Undang-Undang Hukum Perdata; atau
3.
PPK dapat menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan. Pihak lain
tersebut selanjutnya dapat menggunakan bahan/peralatan, dokumen kontraktor,
dokumen desain yang dibuat oleh atau atas nama penyedia. Seluruh biaya yang
timbul dalam pelaksanaan pekerjaan pihak lain sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penyedia berdasarkan kontrak awal.